Sabtu Sunyi 19 April 2025 - GKI PERNIAGAAN

Refleksi & Renungan

Berkarya dalam Kesedihan

Matius 27:57-66

Bacaan Alkitab Audio
Renungan Audio

Pernahkah Anda merasa semuanya runtuh dalam hidup Anda? Ketika doa tak langsung dijawab, harapan seolah tak ada, dan gelap rasanya lebih nyata daripada terang? Itulah Sabtu Sunyi—hari di antara kematian dan kebangkitan. Hari di mana tidak ada mujizat, tidak ada pengajaran, tidak ada suara dari Tuhan. Hanya diam… dan sedih.

Perih…
Pedih…
Kecewa…
Marah…
Takut…
Putus asa…

Semua itu bisa jadi bersatu padu dalam diri para murid setelah Yesus mati disalib dan dikuburkan. Mungkin kita pun pernah atau sedang mengalami perasaan-perasaan itu bercampur menjadi satu: kehilangan orang yang kita kasihi, pasangan yang sakit parah, situasi hidup yang menghimpit, dan doa yang belum kunjung terjawab.

Yesus—Sumber pengharapan di tengah kekuasaan Romawi, penyakit, dan beban hidup—telah tiada. Ia mati. Ia dikuburkan.

Namun menarik, di tengah keheningan dan kesedihan itu, muncul satu nama: Yusuf dari Arimatea. Ia bukanlah murid yang sering disebut. Tapi di saat murid-murid lain menghilang, Yusuf muncul dan mengambil risiko besar: meminta tubuh Yesus dari Pilatus untuk dimakamkan. Ia anggota Mahkamah Agama, namun diam-diam adalah murid Yesus. Ia tahu konsekuensinya, tetapi ia tetap melangkah. Yusuf mungkin tidak bisa menyelamatkan Yesus dari kematian, tapi ia tetap memilih untuk melakukan sesuatu yang berarti.

Yusuf mempersembahkan kuburnya sendiri. Ia membungkus tubuh Yesus dengan kain linen putih bersih—tindakan kasih dan penghormatan yang dalam, sekalipun Yesus telah mati.

Di manakah murid-murid yang lain? Murid-murid yang selalu berada bersama-sama Yesus selama kurang lebih tiga tahun lamanya? Kemungkinan besar mereka diliputi ketakutan dan keputusasaan.

Mereka tidak ingat Yesus pernah berkata berulang kali bahwa diri-Nya akan dibangkitkan sesudah tiga hari (Mat 16:21; 17:9, 22-23; 20:19). Justru ingatan timbul dari imam-imam kepala dan orang- orang Farisi. Mereka menghadap Pilatus dan berkata: “Tuan, kami ingat bahwa sewaktu hidup si penyesat itu berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.” (Mat 27:63). Mereka kuatir kalau-kalau murid-murid-Nya datang ke kubur untuk mencuri tubuh Yesus yang telah dibaringkan di sana, lalu kemudian mengatakan kepada rakyat bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Mereka tidak ingin orang-orang kemudian menjadi percaya kepada Yesus dan meninggalkan mereka sebagai pemegang otoritas keagamaan yang tertinggi.

Ketakutan akan kebangkitan itu membuat mereka meminta penjagaan di kubur. Pilatus lalu memberikan penjaga-penjaga untuk menjaga kubur Yesus.

Pada Sabtu Sunyi ini, mari kita merenungkan, adakah saat ini kita sedang mengalami situasi seperti yang dialami murid-murid Yesus waktu itu? Berbagai peristiwa yang terjadi membuat kita cemas, kehilangan harapan, duka yang mendalam akibat ditinggalkan orang yang kita cintai, atau hal-hal lain yang membuat hati kita pedih.

Di saat-saat seperti itu, kita bisa belajar dari Yusuf, orang Arimatea itu, yang mengisi ruang sedihnya dengan tindakan kasih yang sungguh nyata.

Sabtu Sunyi adalah hari di antara tragedi dan mujizat, antara kehancuran dan harapan. Hari ketika langit terasa diam, dan iman diuji.

Pertanyaan Refleksi:

Apakah saat ini Anda sedang berada dalam hari-hari seperti Sabtu Sunyi? Di mana tidak ada mujizat, tidak ada penghiburan, hanya duka dan pertanyaan?

Belajarlah dari Yusuf. Ia tidak menunggu sampai keadaan membaik untuk bertindak. Ia tidak menunggu hari Minggu untuk menyatakan kasihnya. Ia berkarya dalam kesedihan, bukan setelah kesedihan berlalu.

Pikirkanlah satu tindakan kasih yang bisa Anda lakukan hari ini—walaupun hati Anda masih berat, walaupun Anda belum melihat jawaban dari Tuhan. Mungkin itu sekadar mendoakan seseorang. Menghubungi teman yang sedang kesepian. Atau memberi waktu bagi mereka yang membutuhkan.

Ingatlah, di tengah keheningan Sabtu Sunyi, Allah tidak sedang diam. Ia sedang bekerja dalam diam. Dan seperti Yusuf, Anda dan saya pun bisa menjadi alat-Nya—bahkan di tengah duka yang sedang kita alami. Sebab kasih yang sejati tetap bisa bekerja… bahkan ketika harapan seolah telah mati.